Duniamasa.com – Kebijakan baru dari Menteri Keuangan Sri Mulyani mengenai pungutan pajak pulsa berdampak polemik.
Pungutan pajak pulsa ini meliputi penjualan pulsa, token listrik, kartu perdana dan voucher.
Menurut Sri Mulyani, adanya kebijakan ini dimaksudkan agar ada kepastian hukum da peyederhanaan pemungutan pajak. Baik itu Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan juga Pajak Penghasilan (PPh).
Lebih lanjut Sri Mulyani mengatakan, pajak PPN dan PPh atas pungutan pajak pulsa sebenarnya sudah dilakukan sejak lama. Sehingga, tidak ada jenis atau objek baru dari pajak ini.
Kebijakan yang efektifnya berlaku dari awal Februari nanti, tidak membawa pengaruh apapun terhadap harga pulsa, token, kartu perdana dan voucher.
Adapun mengenai surat keputusan menteri mengenak pajak pulsa ini, tertuang dalam peraturan Menteri Keuangan Nomor 6/PMK.03/2021.
Dijelaskan pada pasal 4 beleid, PPN akan akan dikenakan pada penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) oleh pengusaha jasa telekomunikasi kepada para distribusi tingkat pertama. Kemudian pengusaha penyelenggara tingkat pertama, akan mendistribusikan lagi pada pelanggan komunikasi.
Lalu, pelanggan komunikasi yang berada pada jajaran penyelenggara tingkat kedua, juga akan mendistribusikan kepada penyelenggara tingkat selanjutnya. Dalam hal ini, pelanggan yang merasakan langsung (masyarakat).
Selanjutnya, mengenai PPh pajak pulsa, tertuang pada pasal 18 dari Surat Peraturan Menteri ini. Menjelaskan bahwa, perhitungan dan pemungutan PPh, akan dilakukan oleh pihak penyelenggara tingkat kedua.
Dalam artian, para penyelenggara distribusi tingkat dua, akan melakukan pemungutan pajak PPh pasal 22.
Untuk besaran pungutan pajak PPh ini, bernilai 0,5 persen dari nilai yang ditagihkan. Yaitu, dihitung dari harga jual kepada para pelanggan.
Perlu untuk diketahui, pungutan pajak ini dengan nilai 0,5 persen, ditujukan pada mereka yang memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Adapun bagi mereka yang tidak memiliki NPWP, nilai pajak yang ditarik 100 persen lebih tinggi dari nilai pajak yang dimaksudkan.
Untuk informasi saja, pajak pulsa tidak berlaku bagi para penyelenggara distribusi tingkat satu dan para pelanggan telekomunikasi yang memiliki pembelian mencapai nilai minimal Rp2.000.000.
Hal lain juga disebutkan pada PPh 22, mengatakan bahwa penyelenggara distribusi yang merupakan wajib pajak bank, tidak akan dikenai pungutan pajak pulsa ini. Juga, mereka yang memiliki surat keterangan PPh berdasarkan PP Nomor 23 Tahun 2018 dan telah terkonfirmasi oleh Direktorat Jenderal Pajak (DPJ).
Penjelasan Jenderal Pajak Mengenai Pungutan Pajak Pulsa
Polemik yang beredar mengenai pajak pulsa yang kini sedang ramai diperbincangkan masyarakat, membuat Hestu Yoga Saksama selaku Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak ikut berkomentar.
Menurutnya, Peraturan Menteri Keuangan (PMK) ini, hanya ditujukan hingga pada distribusi tingkat II atau penyedia server. Sehingga, rantai distribusi lanjutan dari tingkat II hingga ke konsumen, tidak akan dikenai pajak lagi.
Para distributor pulsa, cukup menggunakan struk pembayaran sebagai faktur pajak dan tidak perlu lagi membuat eFaktur atau Faktur Pajak elektronik.
Dalam hal token listrik dan voucher, PPN hanya akan dikenakan pada jasa penyedia jasa penjualan/ pembayaran listrik dan jasa pemasaran voucher. Ini berupa komisi atas harga yang didapat oleh para agen penjual token listrik. Bukan diambil dari nilai token listrik.
Akan tetapi, hal ini berbeda dengan pungutan pajak pulsa dan kartu perdana. Pajak pulsa akan dipotong dimuka, sehingga tidak bersifat final.